Friday, September 25, 2009

Cobaan

Ia datang begitu saja
Begitu tiba-tiba
Seperti badai angin yang menghapus apa saja
Seperti guntur yang menggelegak
Seperti Tsunami
Yang menyakitkan hati
Yang menimbulkan derita yang menyayat
Yang menimbulkan luka


Aku tak tahu ini apa
Hanya saja aku yakin
Ini adalah cara Allah untuk mendidikku
Ini adalah cara Allah untuk menunjukkan kasih sayangNya

Walau berat...
'Kan ku coba tegakkan kepala
'Kan ku coba menahan air mata
'Kan ku coba melewatinya walau kegelisahan mendera

Walau sungguh berat...
'Kan ku coba pahami
Cobaan ini... adalah salah satu hal
Yang patut ku syukuri
Di antara nikmat-nikmat
Yang ku dapat hari ini

Ya Allah... Ya Rahman... Ya Rahiim...
Kuatkan hamba
Hamba tau, takkan Engkau memberi cobaan
Jika hamba tak sanggup memikulnya

Ya Rabb...
Bantulah hamba melihat jalan keluar
Melihat titik terang dari cobaan ini
Jangan biarkan hamba dihantui perasaan negatif
Jangan biarkan hamba berprasangka

Ya Aziiz, Ya Ghaffar...
Tenangkanlah hati hamba Ya Rabb...
Dalam kegamangan ini, hanya Engkaulah
Penenang hati...

*Yaa muqollibal quluub, tsabbit qalbi 'alaa diinika wa'alaa tho'aatika. Wa a'uudzubi kalimaatillahit taammaati minsyarri maa khalaq*

Sunday, September 20, 2009

Selamat Idul Fitri 1430 H


Taqabbalallahu minna wa minkum
Shiyamana wa shiyamakum
Minal a'idin wal faidzin



Faith makes all things possible
Hope makes all things work
Love makes all things beautiful
Happy Aidil Fitri...

Saturday, September 19, 2009

Hijrah ; Windows -> Ubuntu 9.04 -> Sabily 9.04


Setelah bertarung keras, akhirnya **jendela** kalah juga :D

Kisah ini berawal dari tawaran seorang teman untuk mencoba Ubuntu 9.04, saya pikir 'Ini apa sih? Ubuntu, nama yang aneh' Kalo "buntu" sih dalam bahasa daerah sini itu artinya bokek, hihihi. Hmm... ternyata Ubuntu ini salah satu distro Linux. Pertama sih heran, kok ada ya... yang gratisan kayak gini? Tapi asli! Masih sangat awam dengan yang namanya Linux dan hal-hal yang berhubungan dengannya. Berhubung saya suka mencoba hal-hal baru, so I decided to try.


Kesan pertama liat tampilannya; tulisannya rada besar-besar, menu-menu dan aplikasinya asing banget! (wajar lah), tapi unik juga! ;) Setelah melihat, menimbang dan memperhatikan kebutuhan bisnis saya yang sudah sangat terbantu oleh Windows, beside saya tidak mau mengambil risiko berpusing-pusing ria, akhirnya waktu itu saya memutuskan untuk tidak menginstallnya.

Waktu berlalu, saya masih nyaman-nyaman saja dengan Windows XP Black. Tapi, gangguan dan masalah mulai muncul satu persatu. Dimulai dari virus-virus yang mulai merasuk (walaupun sudah pakai KIS 2010), sistem yang terganggu, sampai pada puncaknya... semua file foto dan video sejak bulan Maret 2008 semuanya lenyap! Hanya bersisa bulan Juli dan Agustus 2009 saja, hiks! :( Entah karena virus atau gangguan sistem atau penyebab lain, yang pasti... saya mulai gerah dengan Windows.

Berkat permasalahan di Windows dan sedikit provokasi dari sang promotor, akhirnya saya install Ubuntu 9.04 inside Windows. Berkat bantuan promotor dan beberapa referensi, alhamdulillah saya bisa mulai menjalankan aplikasi-aplikasinya, walau masih sangat standar. Mau tidak mau, saya harus mempelajari Ubuntu ini, walau masih rada kagok alhamdulillah lama-lama saya merasa nyaman juga. Banyak hal-hal tak terduga yang saya temui, contoh kecilnya, ternyata koneksi internet di Ubuntu lebih cepat dibanding di Windows. Waktu itu saya masih nyaman-nyaman saja, masih bolak-balik, kadang ke Ubuntu... kadang balik lagi ke *jendela*. Ada sih niat untuk hijrah beneran ke Ubuntu, tapi saya masih terikat dan merasa banyak terbantu dengan aplikasi-aplikasi di Windows.


Hari berganti, waktu berlalu... saya semakin jarang menengok *jendela*. Banyak hal-hal menarik dan unik yang saya jumpai di Ubuntu, walau kadang pusing karena gagal mengutak-atik software-nya, tetap saja saya terlanjur suka padanya.

Sampai pada suatu saat, tepatnya dua hari yang lalu, saya memutuskan untuk hijrah... Yah, sebuah keputusan yang cukup sulit, tapi melegakan hati.

Alhamdulillah, setelah proses pembelajaran yang lumayan membuat otak segar, akhirnya semua berjalan sesuai dengan harapan; tidak ada data yang hilang, semua aplikasi berjalan baik. That's all what I want. Ini juga berkat referensi dari sini dan berkat bantuan sang promotor, thanks a lot!

Then, tiba pula lah saatnya saya mencoba Sabily 9.04, tepatnya kemarin. Sengaja saya titip majalah Infolinux (yang bonusnya Sabily 9.04) sama teman yang akan pulang mudik dari Palembang. Dan... jreng! Subhanallah... indahnya Sabily... Green! So nice... Islamic software-nya juga...!!! Whuaaaa!!! Saya histeria... Alhamdulillah, sangat nyaman *berada* di dalamnya, segala puji bagiMu Ya Rabb...


I've been a linuxer now :D Who's next? :p

Thursday, September 10, 2009

Kembalilah

Penggal kata itu menguap
Entah kemana...
Pergi semakin jauh
Seiring angin sejuk yang berhembus
Ke Selatan atau ke Utara















Pipit yang sedang riang menghinggapi padi pun...

Terbang riuh rendah
Seolah ingin menyampaikan petuahnya

Kembalilah...
Kau tak boleh menyerah pada waktu

Cahaya itu masih ada


Kembalilah...

Jangan kau menunggu terlalu lama

Atau kelak

Kau akan melaju terlalu jauh...
Hingga tak mungkin lagi
Untuk kembali


***

NB : Mendadak dapat ide kala menatap sebidang sawah dari kejauhan tadi sore, tapi entahlah puisi ini bercerita tentang apa... ^_^

Friday, September 04, 2009

Belajar Bersyukur

Pernahkah kita berpikir sejenak, bertafakur, merenungkan diri kita sendiri. Wajah kita, panca indera kita, langkah kaki kita, tubuh kita, semuanya sempurna... tanpa abnormalitas apapun. Tanpa kita sadari, semua fungsi organ tubuh kita bekerja tanpa henti, tanpa gangguan berarti. Hidung menghirup udara dengan bebasnya, jantung berdetak, proses metabolisme berjalan, saraf-saraf di otak bekerja sesuai fungsinya, dan lain sebagainya.


Semua indera kita pun berfungsi dengan baik. Mata kita bisa melihat dengan jelas... warna-warni benda sekitar kita, tulisan yang kita baca, indahnya pemandangan alam, manisnya senyum, semuanya. Telinga dapat mendengarkan semuanya dengan normal, suara deruman keras kendaraan, pembicaraan orang-orang, musik dan lagu yang indah, keriuhan, bahkan karena telinga kita bisa menikmati keheningan. Hidung ini, bisa mencium berbagai jenis aroma... wanginya mawar, harumnya melati, sedapnya sate, nikmatnya ayam bakar, dan masih banyak lagi. Mulut dan lidah kita, dengannya lah kita dapat merasakan berbagai macam rasa, berbicara dengan jelas, merasakan nikmatnya mengunyah makanan, berteriak, tertawa, bernyanyi, menangis.



Begitu juga dengan fungsi motorik kita, kita dapat berjalan santai, berlari, senam aerobik, yoga, menendang bola, serta semua aktivitas lainnya.


Namun, pernahkah kita berpikir, bagaimanakah jika semua itu diambil satu saja dari diri kita? Bagaimana jika kita tak dapat melihat? Sungguh gelap rasanya dunia ini. Lalu bagaimana pula jika kita tidak dapat mendengar? Bagaimana jika kita tak dapat mengucapkan satu patah kata pun? Bagaimana jika indera perasa kita tak berfungsi? Bagaimana jika kita sulit bernafas? Dan bagaimana pula jika tubuh kita lumpuh, tak dapat melakukan apapun kecuali hanya berbaring?


Seringkali kita merasa tidak beruntung, hidup serba susah; makan seadanya, pendidikan rendah, cari pekerjaan sulit, harga barang serba mahal, rumah ngontrak, dan aneka kondisi serba susah lainnya. Mungkin sering juga kita berandai-andai, "Enak ya... kalo jadi orang kaya. Enak ya... kalo udah punya rumah sendiri. Enak ya... kalo punya pekerjaan dengan gaji gede. Enak ya... kalo punya motor baru. Enak ya... bisa kuliah di tempat bergengsi" dan semacamnya.


Teman, ternyata... kita belum pandai bersyukur. Tubuh kita yang sehat, panca indera kita yang berfungsi dengan baik, dan sebagainya, semua itu sungguh merupakan nikmat yang tak tergantikan dan patut kita syukuri. Saya jadi teringat sebuah syair nasyid, "Apa yang ada jarang disyukuri, apa yang tiada sering dirisaukan, nikmat yang dikecap baru kan terasa, bila hilang..."


Teman, ternyata... kita masih harus banyak belajar mensyukuri hidup ini. Sungguh pun itu hanya nikmat berjalan kaki sejauh 2 km dari rumah ke kantor karena gak ada ongkos (syukur kaki masih berfungsi dengan baik), atau hanya dapat melihat pemandangan gundukan sampah di belakang rumah setiap harinya (syukur masih bisa melihat), atau pun dapat mencium bau air selokan yang busuk (setidaknya hidung masih berfungsi), atau pula mendengar dengkuran keras salah satu kerabat atau keluarga kita (syukur masih bisa mendengar dengan jelas).


Jika kita mau menghitung-hitung nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT, maka takkan pernah selesai kita menghitungnya. Maka, mari belajar bersyukur walaupun bukan karena nikmat. Karena kata seorang bijak, "Kenikmatan itu bukan terletak pada nikmatnya, tapi pada kesyukurannya." Semoga di bulan Ramadhan ini, kita semua dapat berlatih menjadi ahli syukur.


"Fabiayyi alaa irobbikumaa tukadzzibaan" (Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?)


NB : Terinspirasi dari pemikiran yang tiba-tiba saja menyeruak ke dalam hati.

Thursday, September 03, 2009

Apakah Anda Terhormat? (Bag 2)

Well, alhamdulillah mood menulis saya sudah kembali lagi ^_^ Setelah sekian lama postingan yang masih menggantung itu saya biarkan, akhirnya malam ini tiba-tiba sekelebat pikiran tentang tema itu datang tanpa diundang :D So, let's start...


***


Semua orang memang pada dasarnya memiliki kehormatan dan harga diri. Namun, begitu banyak yang tanpa disadari telah mempeloroti kehormatan dan harga dirinya sendiri. Sungguh begitu mudah harga diri dan kehormatannya menguap. Semudah sumpah serapah yang terucap pada bawahan di saat emosi memuncak, semudah air pancuran yang jatuh karena gravitasi bumi.

Banyak orang yang menganggap bahwa kehormatan dan harga diri itu ada pada gelar . Yang merasa begitu nyaman ketika namanya disebut beserta rentetan gelarnya, dan merasa sangat tersinggung plus emosi ketika tidak sengaja terdapat kesalahan pada penulisan gelarnya tersebut (berkata kepada bawahannya : "Kamu pikir mudah nyari gelar itu hah!!!") *gubraks*

Ada juga yang menganggapnya ada pada pangkat dan jabatan. Merasa hebat karena memiliki kekuasaan dan otoritas tinggi, lalu merasa berhak melakukan apapun sekehendak hatinya. Orang-orang yang merasa terhormat karena pangkat dan jabatan, biasanya mantap. Mantap duduk di kursi kebesarannya, di balik meja kerja yang super lux, makanan dan minuman diantar, bermacam-macam surat kabar terbaru sudah siap di atas meja, fasilitas telepon dan internet yang siap dipakai kapan saja, begitu mantap.... (mantap di ruangan ga kemana-mana maksudnya hehe) sampai-sampai tidak pernah tahu ternyata bawahannya sedang bergosip ria, tanpa ia tahu ada konflik-konflik internal yang terjadi. Dia hanya menganggap bahwa, kehormatannya ada pada anggukan dan rasa sungkan dari para bawahannya ketika ia mendelegasikan suatu pekerjaan.

Lainnya, menganggap kehormatan dan harga diri ada pada gaya hidup mewah. Ia merasa terhormat ketika berbelanja di sebuah butik paling terkenal dan paling mahal. Ia merasa terhormat ketika memakai pakaian dan aksesoris impor. Petantang petenteng, memperlihatkan gaya dan aksesoris tersebut, bahkan terkadang dibumbui dengan aksi bergaya seperti model. Untuk apa itu semua ? Supaya terhormat.... *pfuiiih, benarkah?*

Jika kehormatan dan harga diri manusia ada pada itu semua.... maka itu tak lebih dari seonggok topeng busuk berwajah malaikat. Maka bagaimanakah kehormatan dan harga diri seorang manusia biasa tanpa gelar ? tanpa jabatan dan pangkat ? tanpa gaya hidup mewah ?

Pada hakikatnya, kehormatan dan harga diri seseorang ditentukan oleh sikap dan perilakunya. Seseorang yang benar-benar terhormat, pastilah menghargai dan menghormati orang lain siapapun ia, berapa pun usianya. Kehormatan dan harga diri ada pada kerendahan hati, keteguhan prinsip, kemandirian, suri tauladan, serta kualitas hidup. Kehormatan dan harga diri seseorang pun bukan untuk dideklarasikan, kehormatan itu hanya akan tampak dan terasa oleh orang-orang di sekelilingnya.

Apakah Anda terhormat? Tentu bukan Anda yang patut menjawabnya. ^_^


NB : Terinspirasi dari suatu kejadian di kampus.