Saat kau menciptakan sesuatu, idemu bernyanyi, kreativitasmu menari, inovasimu memainkan melodi. Namun kemudian otakmu membelahnya, mencercanya, lalu bahkan mungkin menghancurkannya hanya demi sebuah tujuan bernama kesempurnaan.
Seorang pelukis, mungkin saja akan menghapus seluruh lukisan yang telah begitu susah payah dibuatnya, lalu mengubah semuanya menjadi warna hitam, gelap. Sesaat kemudian, ia lalu mengukir kembali tanpa ragu, tanpa menyesali kekeliruan karya sebelumnya yang ia pikir tak sempurna. Namun, berminggu kemudian lukisan yang kelam dan gelap itu berubah menjadi sebuah karya indah penuh warna, megah.
Seorang pembuat mainan, tentu akan senang bila karyanya membuat orang lain puas dalam senyum dan tawa. Karena itu, ia tak lepas dari cara-cara briliannya untuk memenuhi setiap ekspektasi. Ia membuat desain, menciptakan sesuatu, lalu menghidupkannya. Namun, seringkali terlihat ia meratapi hasil ciptaannya. Tak puas. Belum sempurna. Serta-merta ia mengubah mainan itu. Ia merusak konsepnya, memotongnya, melepaskan aksesorisnya satu-persatu, bahkan menghancurkannya sama sekali, hanya untuk membuat satu perubahan; menjadi lebih baik, lebih sempurna.
Seorang ilmuwan, bisa saja sewaktu-waktu membanting keras mesin hasil percobaannya. Kesal, marah, semuanya tertumpah. Namun di hati kecilnya, tentu ia sadar sepenuhnya bahwa yang ia lakukan hanyalah disebabkan karena semua itu belum sempurna, belum menjadi seperti yang benar-benar ia inginkan. Di tengah kondisi psikis yang labil itu, ia tak kehilangan akal sehat. Seburuk dan sehancur apapun percobaannya yang gagal, ia akan ikhlas untuk memulai lagi, dengan konsep yang lebih baik, dengan teknik yang lebih sempurna.
Begitu juga Tuhan, yang telah menciptakan kita dengan wujud yang sebaik-baiknya. Namun, secara bertahap kita akan merasa bahwa Ia mulai melukai, menyiksa, bahkan menghancurkan kita. Kita tak tahu, kita tak paham maksud dari semua itu. Kita sedih, kita tak nyaman, kita protes, bahkan mungkin kita akan menjadi apatis pada Yang menciptakan kita. 'Untuk apa saya diciptakan bila hanya untuk mengalami kepedihan dan siksaan?' Mungkin pertanyaan semacam itulah yang akan muncul di kegelapan benak kita.
Mungkin... pelukis punya jawabnya, pembuat mainan punya jawabnya, ilmuwan punya jawabnya, 'Itu semua agar dirimu menjadi lebih baik, lebih sempurna seperti yang kuharapkan. Biarlah kau kuhancurkan, biarlah dirimu terlihat seperti sampah, namun pada saatnya nanti... kau akan kubuat menjadi indah'.
Akan tiba suatu masa ketika kita teriris, hancur, dan tersiksa. Namun, ingatlah saja satu hal. Bahwa mungkin Ia Yang di atas sana sedang merancang indah dirimu, lebih dari yang sekadar pelukis, pembuat mainan, dan ilmuwan lakukan.
***
June 16th, 2010, 00.41 am.
*inspired by a flash thought in the middle storm of my mind*
Gambar diambil dari sini.