Wednesday, December 23, 2009

Lelah

Telah jauh jarak ku tempuh
Beribu liku t'lah terlewati
Berjuta tangis t'lah kuselami
Berjuta tawa t'lah terlupa
Harap pun, t'lah layu terhempas

Duhai,
Masih begitu redupkah uraian tanya
Menggelayut di relung jiwa

Wahai,
Masih begitu samarkah elegi makna
Bergolak di setiap sudut kata


Ini jiwa, ini rasa
Tak lagi punya daya
Ini kalbu, ini rindu
Tak lagi syahdu

Diam itu kini t'lah lelah
Mengungkap bait kelana jiwa
Sepi itu kini t'lah pasrah
Menanti cahaya di pelupuk senja

Saturday, December 19, 2009

Review Sang Pemimpi The Movie ; Maaf dan Terima Kasih buat Bung Riri!

Sang Pemimpi, buku kedua dari Tetralogi Laskar Pelangi yang cukup mempengaruhi hidup saya. Begitu menginspirasi, menggugah, dan penuh semangat hidup. Walau tak terhitung telah berapa kali saya mengkhatamkannya, namun tetap saja menyisakan kesan yang sama; 'kaya', menyentuh, manis tak terperi. Semua kesan itu, tentu karena Sang Pemimpi bukan hanya sekadar karya fiksi, tapi sebuah cerita yang dilatarbelakangi oleh kisah hidup penulisnya sendiri, Andrea Hirata. Dan... karya-karya 'based on true story' adalah semacam katalisator perjalanan hidup saya, I love it!

Menyusul Laskar Pelangi yang telah sukses menyedot jutaan penonton, Sang Pemimpi ikut diadaptasi ke dalam sebuah film. Hmm... ini tentunya membuat penasaran para penggemar Tetralogi Laskar Pelangi, termasuk saya.

Mengikuti perkembangan proses pembuatan film ini (dari proses casting para pemain, proses syuting itu sendiri, dan pada akhirnya menyaksikan trailernya) membuat saya semakin penasaran. Seperti apakah film Sang Pemimpi? Sebuah tanda tanya besar itu menelorkan banyak tanda tanya lain di benak saya, seperti "Bagaimanakah wujud karakter unik si Arai? Bagaimanakah kegeraman Pak Mustar yang diwujudkan dalam film ini? Bagaimana pula kelakuan Jimbron yang tambun - invalid tapi kocak itu? Bagaimanakah acting Ariel Peterpan sebagai Arai dewasa? Sanggupkah ia memerankan tokoh yang cukup berpengaruh itu dengan baik? Lalu, bagaimanakah pula acting Nugie sebagai Pak Balia? Kemudian, kenapa saat wisuda (di Trailer), Ikal dan Arai satu kampus? Berubahkah jalan ceritanya? Bagaimanakah endingnya?



Dan semua pertanyaan itu kini terjawab sudah. Alhamdulillah, saya berkesempatan untuk menonton Premier Sang Pemimpi yang telah ditunggu-tunggu ini.Berawal dari ajakan seorang teman, akhirnya saya bersama ke-8 teman sesama plurker ini (Dhodie, Achie, Ai, Gege, Nopih Gosip, Kartini Samon, Iman, dan Ramadoni) nonton bareng di Pejaten Village.


Walau saya belum tahu di mana rimbanya Pejaten Village itu, *maklum saya baru di Jakarta temans*, tak menyurutkan tekad saya untuk menonton Premier Sang Pemimpi! Saya jadi ingat, dulu sewaktu saya masih di Pagar Alam, karena tak ada bioskop, saya nekat pergi ke Palembang yang jaraknya 6 jam perjalanan naik bis, hanya untuk menonton Premier Laskar Pelangi :D


Alhamdulillah, perjalanan saya dari kos menuju Pejaten Village, aman dan lancar. Belajar dari pengalaman 'nyasar' saya tempo hari, selain saya bilang ke kondektur kemana tujuan saya, saya jadi merasa 'bebal' karena saya berkali-kali bertanya pada mas-mas yang duduk di dekat saya, "Pejaten Village dah lewat belum, Mas?" Tak lama kemudian, "Pejaten Village masih lama ya, Mas?" Lalu, "Masih jauh ya, Mas Pejaten Village?" Hihihi, sampe kesel kali tuh mas-mas saya tanyain mulu :D


Lalu, ada Mbak-mbak yang mau turun bilang ke saya, "Mbak mau ke Pejaten ya? Ituh tuh Mbak, stop aja deket lampu merah", ia berujar sambil menunjuk ke arah depan. Saya mengangguk, tersenyum-senyum, dan berterima kasih. Haha... mungkin dari tadi Mbak itu memperhatikan saya yang was-was mengantisipasi dimana... letaknya Pejaten Village :D


Akhirnya, sampai juga saya di Pejaten Village. Bertemu Achie, Gege, Ai, dan Ramadoni di 21. Di detik-detik kritis saat film akan dimulai, barulah sang leader muncul, Dhodie, beserta teman-teman yang lain; Nopih Gosip, Kartini Samon, dan Iman.


Then, kami masuk dan mengambil seat sekenanya. Lalu menyamankan diri untuk menikmati Sang Pemimpi. Oke, saya rasa cerita basa-basinya cukup temans :D So let's start my review :


  1. Saya merasa agak terganggu dengan ketidaksesuaian waktu antara film dan novel, saat adegan kenakalan Ikal, Arai, dan Jimbron dikejar-kejar Pak Mustar. Di film tertulis, "Magai, 1985", padahal di novel tepatnya pada halaman 4 jelas tertulis, "...Aku mengintip ke luar, 15 Agustus 1988 hari ini, musim hujan baru mulai..." Mungkin bagi kebanyakan orang, ini biasa saja. Tapi bagi saya hal kecil seperti itu cukup mengganggu. Maaf ya, Bung Riri... *apa saya yang salah ya?* (unsure)
  2. Saat dikejar-kejar Pak Mustar, tak seseru yang ada di novel. Ikal dengan bajunya tak berkancing, berkibar seperti jubah Zorro, lalu serasa mendapat perhatian dari siswi-siswi *gadis melayu*, sama sekali tak tergambarkan. Maaf...
  3. Saat belajar sastra bersama Pak Balia, kata-kata semangat yang dilontarkan olehnya cukup menggetarkan hati saya. "Tak penting seberapa besar mimpi kalian! Tapi yang paling penting adalah seberapa besar kalian, untuk mimpi itu!" It's wow... ! Lalu, kata-kata "...bebaskan diri kalian! Ambil risiko paling tinggi! Itu akan membuat kalian kaya!" Wah... acting yang cukup bagus dimainkan oleh Nugie. Pun penghayatannya saat memperhatikan perubahan semangat yang terjadi pada Ikal, dan tentunya saat berperan sebagai guru sastra itu sendiri, "Pekikkan kata-kata yang memberi kalian inspirasi!" Wuih... mantap! Terima kasih Bung Riri...
  4. Lagu dan musikalitas yang tidak se'kaya' Laskar Pelangi. Musikalitas dalam sebuah film cukup penting menurut saya, warna-warni musik di film Laskar Pelangi semacam lagu Laskar Pelangi - Nidji, Bunga Seroja - Veris Yamarno, Tak Perlu Keliling Dunia - Gita Gutawa, Sahabat Kecil - Ipank, tak saya temui di Sang Pemimpi. Hanya lagu Gigi yang menurut saya, *maaf*, kurang menyalurkan spirit sosok Sang Pemimpi itu sendiri. Entah kenapa, apakah karena kurang penjiwaan? Entahlah... Tapi yang pasti, lagu Laskar Pelangi, saya tahu Giring Nidji dkk menciptakan lagu itu karena panggilan jiwa setelah membaca Sang Pemimpi dan Laskar Pelangi (Kick Andy edisi Laskar Pelangi The Movie), tentunya apa yang diungkapkan dari hati akan sampai pula ke hati. Kemudian, Lagu "Cinta Gila" ciptaan Andrea Hirata yang dibawakan Ungu, tak terasa oleh saya, "Eh, lagu Cinta Gila yang mana ya? Kok saya ga dapet feelnya?" Entahlah... Lalu, koreksi saya, ada salah satu backsound di film Laskar Pelangi, dipakai juga di Sang Pemimpi. Sebenarnya sah-sah saja, tapi... apakah tidak lebih baik menciptakan backsound yang baru? Yang tentunya akan menantang kreativitas! Untuk sebuah adaptasi novel ke film, sekaliber novel Sang Pemimpi, ah... sungguh sangat disayangkan jika memakai backsound lama dan terkesan setengah-setengah. Maaf...
  5. Suntikan semangat berapi-api yang ditunjukkan Arai saat Ikal terpuruk, nyaris tak ada! Apalagi di saat-saat Ikal mengejar ayahnya, tak ada pekikan kata-kata sentilan pendobrak kesadaran dari Arai seperti yang ada di novel, yang ada hanya tatapan Ikal pada ayahnya dari kejauhan. Ah... terasa hampa. Maaf...
  6. Bang Zaitun, entah kenapa, menurut saya kurang 'greget'!!! Bang Zaitun, sang flamboyan musik yang nyentrik itu kurang terwakili oleh Jay. Tak ada dua gigi emas putih itu! Dan cengiran khas 'hihihi' seperti dalam novel, tak tervisualisasi dengan baik menurut saya. Maaf...
  7. Adegan yang mewakili chapter "Bioskop", jujur... saya kurang suka. Menurut saya, sebenarnya Bung Riri Riza bisa mengemasnya dengan lebih apik lagi dan lebih meninggalkan kesan pelajaran moral pada penonton. Bukan benar-benar menjiplak adegan tak senonoh dalam cerita novel. Dan... tak ada hukuman acting di hadapan para siswa-siswi, yang ada hanya hukuman membersihkan WC yang super jorok itu. Dan yang membuat saya heran, setelah itu... saat Ikal marah pada 'kebebalan' Jimbron akan cerita kudanya, sekonyong-konyong Ikal langsung marah pula pada Arai dan langsung mengutarakan kepesimisannya akan mimpi-mimpi mereka sekolah ke Prancis. Benar-benar tidak nyambung menurut saya. Maaf...
  8. Ada satu lagi ketidaksesuaian yang saya temukan, yakni pada saat pembagian rapor, sewaktu Ikal terpelanting jauh ke peringkat 75. Saya terkejut! Saat Pak Mustar memanggil nama "Ahmad Haikal!", dan majulah Mathias Muchus (pemeran ayah Ikal) untuk mengambil rapor itu. Dalam hati saya protes, 'Ga salah nih Pak Sutradara? Ahmad Haikal? Bukannya Andrea Hirata? hehehe. Maaf...
  9. Tak ada adegan saat Ikal dan Arai pulang kampung, bertemu dengan Jimbron Dewasa yang telah menikah dengan Laksmi dan memiliki anak. Menurut saya, jika adegan ini ada sepertinya akan lebih manis... ^_^ Maaf...
  10. Saat memikat hati Zakiah Nurmala, entah kenapa kurang terasa gigihnya perjuangan Arai. Dan kesan 'indifferent' seorang Zakiah Nurmala kurang 'greget'! Maaf...
  11. Acting Ariel Peterpan (Nazril Irham) sebagai Arai Dewasa sungguh tidak memiliki 'jiwa' seorang Arai... Ah, ini bagian yang sungguh menyedihkan bagi saya. Entah kenapa Bung Riri memilih Ariel sebagai Arai dewasa. Padahal, di sekuel selanjutnya (Edensor) peran Arai ini akan lebih dieksplorasi... Saya ragu, apakah Ariel bisa? Tapi ini tantangan buat Bung Riri dkk! Maaf...
  12. Saya begitu terharu dengan adegan saat Ikal memeluk ayahnya, bersalaman, meminta maaf dan berkata dengan penuh penyesalan mendalam, "Maafkan..." diiringi dengan musik instrument yang... subhanallah...... I love it! I love it! Sukses menitikkan air mata saya. Sampai saat ini pun, saya masih ingin...sekali mendengarkan instrument itu, lagi, lagi, dan lagi! Harap maklum, saya penggila instrument temans ^_^ Terima kasih Bung Riri...
  13. Adegan pada saat Arai memberi semangat pada Ikal di atas batu besar Belitong, cukup mengetarkan! "...tanpa mimpi-mimpi, orang-orang macam kite ni akan mati, Kal..." lalu kalimat pusaka Arai, "Bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu", oh... it's so nice. Peran Arai yang dimainkan oleh Rendi Ahmad ini, cukup bagus! Kesan tokoh Arai yang memiliki mata istimewa, jiwa yang luasnya tak dapat diterka, benar-benar terwakili oleh acting anak remaja Belitong ini. Terima kasih Bung Riri...
  14. Lanskap ataupun scene yang ditayangkan dalam film... menyajikan keindahan visual tersendiri. Terutama pantai Belitong yang masih indah, subhanallah... Terima kasih Bung Riri...
  15. Adegan-adegan kocak, semacam kejadian "Aamiin" di waktu sholat berjama'ah yang diimami Taikong Hamim itu dan adegan-adegan lucu lainnya, cukup menggelitik perut, memuntahkan tawa... sungguh menghibur... Sampai-sampai seantero bioskop tertawa cukup lama :D Oh, it's so nice! Menghibur sekali! Terima kasih Bung Riri...
Berbeda dengan novel, yang menerima dan membaca surat kelulusan beasiswa S2 ke Eropa itu adalah kedua orang tua Ikal, tidak bersama Ikal atau pun Arai. Dan mereka membaca surat itu penuh haru sekaligus kocak. Haru... karena tentunya mereka tak menyangka kedua anaknya mendapatkan beasiswa bergengsi tersebut. Kocak, karena tiba-tiba ayah Ikal bertanya di tengah keharuan, "Coba kau lihat lagi! Barangkali surat ini salah alamat..." hahaha :D


In the end of act, Ikal dan Arai tiba di Eropa. Mengekspresikan rasa suka dan syukur mereka dengan tertawa di tengah hujan salju. Demikian endingnya.


Secara keseluruhan, terlepas dari penilaian-penilaian saya terhadap film ini, saya tetap menyukainya. Saya tetap pencinta Tetralogi Laskar Pelangi dan kedua filmnya. Dan tentu...saya akan tetap menonton Sang Pemimpi untuk kedua kalinya, ketiga kalinya, keempat kalinya, kelima kalinya,..........ke sekian kalinya! :D Terutama, saya masih haus mendengarkan instrument itu temans...hehehe.


Buat Riri Riza, Mira Lesmana, Mizan Production and crews... bravo....!!! Selamat atas kerja keras kalian! Keep working and... prove your totality in the next challenge, "Edensor"! Maaf jika maaf saya lebih banyak daripada ucapan terima kasih saya ^_^


Untuk teman-teman nobar yang telah berbagi keceriaan, terima kasih...


Yang sempat tertangkap kamera saya :


(Dari kiri : Gege, Ramadoni, Iman, dan Dhodie)



Hasil jepretan kamera Dhodie yang 'nakal'

(The girls, dari kiri : Nopih Gosip, Ai, Achie, Kartini Samon, Saya)

Monday, December 14, 2009

Syukurku padaMu...

Tuhan,
Syukurku padaMu...
Untuk setiap nafas yang ku hirup dengan penuh kelegaan
Setiap detik... Setiap saat...

Syukurku padaMu...
Atas ruang dan waktu yang Engkau berikan
Hingga saat ini ku masih dapat bertahan
Meniti sepenggal masa depan


Syukurku padaMu...
Untuk nikmat sehat
Hingga ku masih dapat merasakan lezatnya sepiring nasi
Merasakan leganya aliran air di tenggorokan

Syukurku padaMu...
Atas nikmat usia, hingga ku masih Kau beri waktu
Untuk berbenah dan mengumpulkan bekal


Syukurku padaMu...
Untuk setiap kasih sayang, rahmat, dan karunia
Yang Engkau berikan setiap saat..
Walau terkadang aku lupa padaMu

Syukurku padaMu...
Yang tak lelah memberiku petunjuk dan hidayah
Walau terkadang ku acuh
Walau terkadang hatiku tak peka menangkapnya

Syukurku padaMu...
Untuk setiap ujian yang mendewasakanku
Yang membuat ku semakin merasakan ke-Maha Kuasa-anMu...

Syukurku padaMu...
Untuk hadiah, yang Kau selipkan dalam setiap musibah
Untuk tawa, yang Kau selipkan di antara derai air mata...

Syukurku padaMu...
Atas rahmat dan kasih sayangMu yang terselip di sela-sela aktivitas padatku
Yang terkadang lupa untuk ku syukuri...

Syukurku padaMu...
Atas pintu maaf dan ampunan yang begitu luas
Walau salah dan khilafku tak termaafkan

Syukurku padaMu...
Atas do'a-do'a yang Kau kabulkan dengan cara yang begitu indah
Atas do'a-do'a yang belum Kau jawab
Atas do'a-do'a yang tak Kau kabulkan untuk kebaikanku

Syukurku padaMu...
Untuk semua hal yang membuatku patut untuk bersyukur

Syukurku padaMu...
Untuk semua hal yang terlupa untuk ku syukuri...

Syukurku padaMu Tuhan,
Rabb semesta alam...

*sebuah catatan di tengah 'kemiskinan'*

Saturday, December 12, 2009

First Kopdar in Jakarta

Hampir dua bulan di Jakarta, setelah mati-matian mengumbar CV dan akhirnya memutuskan untuk concern bekerja di sini, saya begitu bosan... dengan rutinitas yang hanya berkutat di dua tempat (kantor dan kos), mengingat aktivitas berorganisasi saya sebelum merantau terhitung lumayan padat.

Di satu sisi, saya senang sekali karena posisi saya di Jakarta menjadikan saya lebih dekat dengan para petinggi-petinggi blogger dan lebih mudah untuk bertemu di dunia nyata alias "kopdar". Secara di Pagar Alam jumlah blogger hanya bisa dihitung dengan jari :D Duh, mengenaskan. Tapi di sisi lain, saya belum banyak tahu daerah Jakarta dan belum memiliki teman dan jaringan, yang ada hanya teman kerja dan teman kos. (haha)

Sampai akhirnya tibalah kesempatan itu. Dari plurk saya mengetahui bahwa Illa (salah satu blogger asal Makassar yang sedang berjuang di Surabaya) akan sowan ke Jakarta selama libur Idul Adha. Langsung saja muncul ide di benak saya untuk kopdar dengan sohib yang satu ini. ;)

Setelah kontak-kontak, akhirnya diputuskanlah untuk ketemuan di Ratu Plaza hari Sabtu (28 Nov 2009). Walaupun baru sekali ke tempat ini, saya tidak khawatir tersesat, yah at least... saya sudah tahu di mana saya harus turun dari angkutan umum. ^_^

So, berangkatlah saya di hari Sabtu itu, naik bis Patas Bianglala 44 jurusan Ciledug - Senen. Saya selalu menikmati perjalanan seperti ini, mengamati banyak hal... Orang-orang beserta aktivitasnya, bangunan-bangunan dan tempat-tempat yang saya lewati, dan sebagainya. Tapi, yang paling istimewa dan yang paling menyedot perhatian adalah "Pengamen" :D Secara diriku pencinta dan pengamat musik (haha) *lebay*

Belum lama perjalanan, telah naik dua orang pengamen. Satu anak remaja putri yang tidak membawa alat musik apapun, dan satu lagi laki-laki paruh baya yang menenteng sebuah gitar. Si remaja putri ini mulai beraksi. Dia memulai redaksi dengan menyapa penumpang ala kadarnya, tapi ada satu hal yang menyentak saya, ada kata-kata yang memiriskan hati yang terlontar oleh gadis kecil ini, "... ya, dari pada saya menjual diri, lebih baik saya menjual suara saya..." *uuupsss* Masya Allah dik... sebegitunya... (doh) Belum hilang rasa miris itu, mulailah ia bernyanyi dengan nyanyian yang juga menggelitik diri ini dan membuat saya jadi senyum-senyum sendiri, tak peduli dengan tatapan orang lain pada saya.

Yang membuat saya geli adalah, pertama, ia menyenandungkan lagu tanpa alat musik. Hmm... sebuah aksi mengamen yang cukup nekat. Kedua, ia bernyanyi sekehendak hati dengan PDnya! Bukan saja nada lagu yang berantakan, tapi juga intonasi dan ritme yang kacau! Hahaha... Ditambah lagi, lirik yang dilontarkan terbolak-balik tak karuan. Tapi, ia tetap PD! Ia tetap lantang menjerit-jerit di bis itu :D Mungkin, para penumpang di bis itu tak ada yang peduli, tapi diriku yang punya jiwa seni musik yang tinggi (haha) begitu tergelitik dengan hal-hal semacam itu :D

Sesi kedua, sang laki-laki paruh baya menyanyikan lagu daerah yang tak saya pahami. Tapi, paling tidak nadanya benar dan pas :D Cukup menghibur diriku yang baru saja dihantam seni musik yang kacau, hehehe.

Hampir satu jam perjalanan, akhirnya saya tiba juga di Ratu Plaza. Sesuai info dari smsnya, Illa sudah tiba di sana. Baru saja saya melaporkan posisi pada Illa, dia sudah menelepon, "Dimana posisi?" Saya menjawab alakadarnya sembari berjalan sambil deg-degan... 'Wah, saya bakal ketemuan sama Illa nih... seperti apa ya orangnya...?' Di tengah rasa penasaran itu, akhirnya kita bertemu! 'Oh, welcome Sist!' Illa langsung berlari-lari kecil ke arahku, kami bersalaman dan berpelukan.

Berbincang-bincang dengan Illa, serasa bertemu teman lama. Akrab dan hangat. Sesuai dengan usul Illa, kita akhirnya mencari salah satu cafe di sana, secara si Illa bilang dia lagi laper, hihihi. So, kita memesan Soto Ayam dan juice. Sembari menunggu pesanan, kita mulai ngobrol. Sebenarnya saya sudah menyiapkan pertanyaan-pertanyaan buat Illa, tapi sekonyong-konyong dia sudah memberondongku dengan seabreg-abreg pertanyaan :D

Oh iya, ternyata si Illa... tipikal pembicara cepat :D Apakah karena pembawaan orang Makassar? Saya kurang tahu.. hehehe. But, it was very nice conversation. Hanya saja, ada satu hal yang dibicarakan Illa waktu itu, yang tak saya sangka akan ia lontarkan dengan santai. Sewaktu berbicara tentang petualangan saya dari Pagar Alam ke Jogja dan kemudian menggelandang di Jakarta, dia membicarakan solusi yang menggelikan, "Sebenarnya kalo Cici sudah menikah, aman..." (woot) *Glekkk* "Coba cari perantara yang bisa nyariin jodoh, siapa tahu.... bla bla bla..." *Wakkksss* Tapi saya jawab saja dengan santai, "Hehe, it's not that easy... lagian daku bukan tipikal peminta-minta seperti itu." Hahaha. Jodoh, biarkan ia datang pada waktunya, betul kan teman-teman? ;)

Then, saya bertanya tentang aktivitas Illa, bagaimana sampai ia merantau ke Surabaya. And... Illa juga bercerita tentang Surabaya yang hawanya begitu panas, sampe-sampe dijuluki "Neraka Bocor"!!! :D

And... in the end of session, kita foto-foto. Ditemani si kecil yang lucu, keponakannya Illa.


Abis makan Soto :D


Illa & Keponakannya yang lucu ^_^


Finally, akhirnya kita berpisah juga. Hmmm... kopdar pertama yang manis, menyisakan senyum berseri di hati. Semoga ukhuwah kita menembus Surga ya Illa... (cozy) Amiiin.

Dalam perjalanan pulang, kembali menumpangi bis patas 44 Ciledug - Senen, saya kembali menemukan ragam keunikan dari seorang pengamen. Namun sayang, walau lagunya lumayan asyik, sesi bernyanyi telah ia akhiri. Tapi, lamat-lamat terdengar, setelah itu ia berkata begitu banyak basa-basi yang menggelikan, dan... ditambah cengiran khas di akhir kalimat yang sukses mengocok perut saya. Kurang lebih redaksinya seperti ini, "Ya... terima kasih para penumpang sekalian, maaf cuma satu lagu, soalnya sebenernya tadi saya tidak berniat ngamen di bis ini... hehehe" *Lho???* (gubraks)

Dia melanjutkan basa-basinya, "... Di kesempatan ini saya mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Adha, semoga kita menjadi pribadi yang ikhlas dalam berkorban, hehehe. Ya... sebagai ummat Muslim, tentunya kita wajib melaksanakan sesuai dengan ajaran kita... hehehe". Ah, cengirannya itu lho...!!! "hehehe" sambil mengumbar gigi (lmao) Jadi teringat Bang Zaitun di Sang Pemimpi :D Eh, ternyata ia belum selesai... "Tapi, saya mohon maaf bila ada yang beragama lain, ya... kita harus saling menghormati... bla bla bla..., hehehe" Waduh! Panjang banget nih pengamen basa-basinya, kapan minta uangnya bang? Saya dilanda keheranan tapi tetap geli sambil senyam-senyum sendiri di bangku belakang.

Akhirnya, ia lontarkan juga kalimat pusaka itu, "Ya... silakan bapak-bapak, ibu-ibu... bla bla bla... semoga Allah membalas kebaikan bapak-bapak, ibu-ibu... bla bla bla... hehehe", dan ia akhiri dengan, "...maaf kalau mengganggu perjalanan Anda, hehehe, semoga Anda selamat sampai tujuan...hehehe". :D

Saya merogoh tas dan sudah berniat untuk berbagi alakadarnya dengan pengamen unik ini. Sekilas saya dilanda keinginan menggebu untuk 'taking photo', but... ah cukup rawan mengeluarkan kamera di bis ini, lagian nanti saya akan jadi pusat perhatian karena blitz kamera tentunya akan mengganggu ketenangan para penumpang.

Then, sampai juga sang pengamen ke deretan bangku belakang. Saya langsung memancarkan sinyal untuk memberi uang kepadanya, dan ia pun nyeletuk, "Mau ngasih ya Mbak? hehehe" Saya mengangguk saja sambil memasukkan uang ke dalam kresek yang ditentengnya, dan tentunya tetap senyam-senyum... masih terpesona dengan keunikan pengamen ini yang tak hanya menjual suaranya, tapi juga cengiran khasnya... hahaha :D

Well, kopdar pertama yang menyenangkan dan memiliki kesan petualangan yang unik bersama pengamen-pengamen yang saya temui di perjalanan. For Illa, hope meet you again next time ;) Anyway, makasih yaaa traktirannya... *mmmuah* (cozy)

*Wondering... next kopdar bakal ketemu siapa ya...? (evilsmirk)*

Monday, November 23, 2009

"Bait Kelana Jiwaku" Pindah

Teman, sebelumnya saya benar-benar mohon maaf... Dengan mempertimbangkan banyak hal... dengan segala kerendahan hati, saya mohon maaf karena kelanjutan dari "Bait Kelana Jiwaku" saya pindahkan ke sini. Harap dimaklumi, terima kasih.



Sunday, November 01, 2009

Bait Kelana Jiwaku (Bag. 1)

Teman, sebelum membaca tulisanku ini, ada baiknya kujelaskan sedikit. Sebenarnya, aku sungkan menceritakan kisah dan petualanganku, karena begitu banyak hal, peristiwa dan perjalanan yang bersifat pribadi. Tapi, karena *paksaan* dan motivasi dari teman-teman, insya Allah aku akan membaginya dengan kalian sebagai bahan sharing dan inspirasi. Tentunya, aku tidak bisa menceritakan semuanya secara detail karena ada hal-hal yang tak bisa kuceritakan di sini. At least, tulisan bersambung ini akan bisa menjadi ekspresi jiwaku yang sedang berkelana. Dan semoga, teman-teman sekalian dapat mengambil hikmah dan manfaat dari ceritaku, amiin. ;)

By the way, karena tulisan ini bersambung, mohon maaf dan harap bersabar ya... jika nanti kalian agak lama menunggu kelanjutannya. Maklum, saya menulis sesuai mood dan kehendak hati :D Selamat membaca ^_^

***


JAUH... DAN SEMAKIN JAUH

Pagar Alam, October 1st, 2009.

07.30 AM
Pagi ini aku pucat, sedih, pilu. Rasanya tidak mungkin aku akan meninggalkan Pagar Alam, sebuah tempat yang sangat kucintai, juga selalu kukagumi. Pagar Alam, tempat kelahiranku, tempat di mana aku dibesarkan, tempat di mana aku pernah merasakan pahit manisnya hidup, merasakan indahnya ukhuwah, merasakan semangat berorganisasi, merasakan indahnya hentakan irama hidupku, merasakan semuanya... Sungguh, ini adalah sebuah kenyataan yang pahit bagiku, karena sama sekali tak pernah terpikir olehku untuk pergi merantau ke pulau seberang, mencari diri... menemukan potongan-potongan mozaik hidupku yang mungkin telah tertambat di sana.

Dulu pernah tercetus dalam hatiku, "Ah, kenapa sih orang-orang pada suka merantau? Memangnya di kampung sendiri ga ada lahan rizki apa?" Tapi, sekarang aku seperti menjilat ludah sendiri, nyatanya aku pun merantau... Aku selalu berpikir, bahwa Pagar Alam adalah sebuah tempat yang begitu nyaman untuk ditinggali. Pagar Alam adalah sebuah kota kecil yang menakjubkan... Aku tidak melebih-lebihkan Pagar Alam karena ia adalah kota kelahiranku, bukan. Tapi, karena memang begitulah adanya. Pagar Alam adalah sebuah kota kecil yang terletak di bagian Selatan pulau Sumatera, berbatasan dengan Kab. Manna' Bengkulu Selatan, dengan atmosfer yang sangat bersahabat belum terjamah polutan, masyarakat pedesaan yang rata-rata mata pencahariannya petani dan pekebun, perkampungan penduduk yang dikelilingi bukit indah berlapis-lapis, Gunung Dempo yang tinggi indah menjulang dengan perkebunan tehnya yang menghampar seluas mata memandang, Sungai Lematang Indah yang sejuk dan jernih, puluhan air terjun yang menawarkan pesona keindahannya, udara yang bersih sejuk penuh oksigen, and so on...Ah, begitu menakjubkan...

Aku begitu gamang, bukan hanya karena akan meninggalkan Kota Pagar Alam. Tetapi, juga meninggalkan bisnis yang selama ini telah kurintis, kuliah dan organisasi kampus, amanah-amanah yang sebenarnya masih membutuhkan diriku, sahabat-sahabatku, keluargaku, orangtuaku, cita-citaku, semuanya...

Belum juga kaki ini melangkah ke luar rumah, rasa rindu itu telah mulai membuncah. Batinku menggumam, 'Ya Rabb... bantulah hamba mengatasi rasa rindu yang nantinya akan mendera diri ini'.

08.30 AM
Aku bersiap-siap. Ku coba menyingkirkan rasa-rasa yang membuat hatiku pedih. Ku coba menegakkan kepala, mengukir senyum, meneguhkan langkah. Setengah jam lagi adalah jadwal keberangkatanku, aku berharap... semoga semua yang kutinggalkan akan ikhlas menerima kepergianku ini.



09.00 AM
Petugas mulai mengecek barang-barang bawaan penumpang. Para penumpang dan keluarga yang mengantar saling berucap kata-kata perpisahan, tak lupa mengungkap kata-kata penyemangat dan doa. Sahabat yang mengantarku, ku lihat matanya mulai berkaca-kaca. Aku hanya terdiam, tersenyum dan membatin, 'Jangan kawan... jangan kau menangis di sini, nanti akan tumpah pula air mataku...' Ia menatapku lama dan dalam. Aku tahu ia sadar... bahwa aku pergi bukan untuk sebulan dua bulan. Aku pergi bukan pula untuk jalan-jalan, tapi menghadapi perjalanan dan petualangan yang penuh tantangan dan marahabahaya. Karena aku pergi sendirian, tak ada teman atau pun kerabat, hanya Allah SWT yang menemaniku. Walau gamang hatiku, aku yakin... Allah akan senantiasa melindungi dan menjaga hamba-hambaNya.

Perpisahan memang selalu menyisakan duka, walau hanya sementara, bukan berarti takkan bertemu lagi. Kami berpamitan, walau berat mengucap kata perpisahan. Lalu, ia menyodorkan sebuah amplop padaku. Aku sempat mengelak, namun aku tahu... dia pasti memaksaku untuk menerimanya, selain itu aku juga menyadari bahwa aku memang akan membutuhkannya di rantau nanti. Kuucapkan terima kasih, lalu kami berpelukan. Ia pun langsung pamit, karena ada urusan penting yang harus diselesaikan.

Beberapa saat kemudian, barang-barang penumpang mulai dinaikkan satu persatu ke bagasi bis, Bis Sinar Dempo yang akan menjadi rumahku di perjalanan selama dua hari dua malam menuju kota Yogyakarta. Para penumpang semakin memadati tempat parkir bis yang akan ditumpangi. Lalu penumpang mulai diabsen satu persatu sesuai dengan nomor kursi yang telah dipesan. Dan tibalah giliranku, sambil melangkah aku meneguh-neguhkan hati sambil menghela napas panjang, 'Ya Allah... kuatkan aku.'

Mentari pagi mulai meninggi, menghangatkan seluruh sudut kota Pagar Alam. Di tengah hiruk pikuk penumpang yang tengah sibuk mempersiapkan diri sebelum bis melaju, aku dilanda suatu sensasi yang sebelumnya tak pernah kurasakan. Aku dilanda sindrom seolah waktu berjalan begitu lambat. Sang supir mulai bersiap-siap, mesin bis mulai dinyalakan, dan aku begitu gamang... Pagar Alam akan segera kutinggalkan. Di luar bis ku lihat, para pengantar sedang berlambaian tangan sambil tersenyum kepada para kerabat dan keluarga mereka. Sekilas ada rasa sedih menyeruak... tapi lekas-lekas ku tepis, 'Tidak! Aku harus kuat! Allah will be by your side!' tegasku kepada diri sendiri.

Lalu bis pun mulai melaju, aku mengucap rangkaian do'a dan dzikir. Setiap tarikan nafas yang ku hirup terasa begitu berat, aku hanya bisa menikmati saat-saat terakhir melewati jalanan ini. Entah kapan aku akan kembali lagi ke sini. Semakin besar jarak memisahkanku dengan Pagar Alam, hatiku hampa. Aku hanya berusaha menikmati saat-saat terakhir hirupan udara segar Pagar Alam. Menatapi lekat-lekat pemandangan sawah hijau membentang yang kulewati, air terjun itu, bukit-bukit nan biru itu, jurang-jurang dan kelokan jalan yang indah itu, membuat hatiku semakin hampa. Sekonyong-konyong, tak terasa bumi Pagar Alam mulai hilang dari pandanganku, jauh... dan semakin jauh.

to be continued...

Saturday, October 24, 2009

Jakarta, Maafkan Aku

Jakarta,
Aku tahu...
Dirimu telah penuh sesak
Ribuan orang telah datang berduyun-duyun padamu
Demi mencari prestasi
Demi mencari gengsi
Demi mencari sesuap nasi



Jakarta,
Aku tahu...
Begitu besar tantangan untuk menghadapimu
Temanku bilang, engkau lebih kejam dari ibu tiri
Aku juga tahu...
Sungguh tidak mudah untuk menaklukkanmu
Butuh kerja keras dan semangat tinggi
Serta pantang menyerah!



Jakarta,
Maafkan aku telah datang padamu...
Bukan ku bermaksud menambah sesak pendudukmu
Bukan pula karena ku ingin mencari sensasi

Aku hanya ingin mencari...
Mencari potongan-potongan mozaik hidupku
Menemukan kembali senandung jiwaku
Yang mungkin telah miskin arti
Mencari...
Hakikat diri...

***


NB : Akhirnya... alhamdulillah saya mengakhiri masa *hiatus* :) Di postingan selanjutnya, insya Allah akan saya kisahkan petualangan saya, mulai dari beratnya meninggalkan kota Pagar Alam tercinta, berpetualang di Yogyakarta, dan akhirnya Allah menghantarkanku ke ibukota. Buat teman-teman yang senantiasa men-support dan mendoakanku, Amhey (Plurker), Yohang, Alifahmi, Pradna, Mbak Mei , Indahonly, Au', dan Dhodie... jazakumullah khairan katsir... Hanya Allah Yang dapat membalas kebaikan kalian.

Tuesday, October 13, 2009

Hiatus

Sehubungan dengan hal-hal penting bin urgen yang sedang saya urus,
butuh fokus dan konsentrasi tinggi, maka untuk sementara ini,
saya beristirahat sejenak...
Doakan saya temans, semoga saya cepat kembali...




Friday, October 09, 2009

Hijrah...

:) Cukup lama off dari dunia blogging, lama tak memberi kabar, setelah satu fase cobaan hidup saya lalui... akhirnya.... *pfuiiih* lega sekali rasanya saat ini jemari saya moodnya sudah kembali untuk menuliskan beberapa paragraf di sini, setelah sekian lama ia tak asyik menari di atas keyboard. *tepatnya sih mood menulis yang saya paksakan harus kembali* :p

Mungkin ada di antara kalian yang telah mengetahui, bahwa sekarang saya telah hijrah ke Jogja, sebuah kota kecil apik nan manis. *setidaknya itu kesan pertama saya* Dan mungkin banyak pula yang bertanya-tanya, 'Kenapa sih Cici pindah ke Jogja? Mendadak pula!' :D

Ya... saya hanya bisa menjawab, 'Inilah skenario Allah...' Tak ada yang tak mungkin jika Allah menghendaki. Sungguh, tak ada yang dapat mencegah kuasa Allah.

Tapi yang pasti, dengan cobaan yang saya hadapi, saya merasa hidup ini lebih hidup. Saya benar-benar merasakan saripati hidup... Bagaimana mengorbankan sesuatu yang paling kita cintai, bagaimana meninggalkan sesuatu yang sangaaat kita sayangi. Dan bagaimana pula untuk tegas menentukan pilihan, serta tetap teguh dengan pilihan tersebut, apapun konsekuensinya.

Saya yakin, cobaan adalah salah satu bentuk kasih sayang Allah kepada hamba-hambaNya, salah satu ajang kenaikan tingkat di hadapan Allah. Saya juga yakin... bahwa di setiap cobaan... banyak sekali karunia Allah yang tersembunyi di dalamnya. Bahwa Allah tak akan menyia-nyiakan hambaNya yang bersabar.

Saya jadi teringat sabda Rasulullah SAW, "Sungguh menakjubkan urusan orang mukmin. Semua keadaannya bernilai baik baginya dan hal seperti ini tidak akan terjadi kecuali pada diri orang mukmin. Jika ia menerima kebahagiaan ia bersyukur, maka itu jadi kebaikan baginya. Dan jika ia menerima musibah ia bersabar, maka itu pun jadi kebaikan baginya." (H.R. Muslim) Subhanallah...

Maka, saya harus senantiasa berusaha untuk menambah porsi kesabaran itu, lagi dan lagi! Dan saya harus memompa semangat tak kenal henti, karena tak ada yang membuat saya bertahan kecuali semangat.

Walaupun setiap saat tanda tanya besar di kepala saya senantiasa menggantung, "WHY JOGJA???" Tapi saya yakin, suatu hari nanti, saya akan mengerti... kenapa Allah membuat saya hijrah ke Jogja.

Teman, mungkin saat ini hanya beberapa baris kalimat ini saja yang dapat saya tuliskan. Mudah-mudahan di waktu yang akan datang, saya akan bercerita kembali... tentang perjalanan pertama saya ke Jogja, tentang hal-hal unik yang saya temui di sini, dan sebagainya.

Dunia tak abadi, dan hidup memang tak pernah bisa kita duga. Kita hanya berencana, pada akhirnya Allah lah penentu hidup kita. Teman-teman yang pernah membaca kisah "Sang Pemimpi" atau "Edensor" tentu ingat kata-kata ini, "Hidup dan nasib bisa tampak berantakan, misterius, fantastis dan sporadis. Namun, setiap elemennya adalah subsistem keteraturan dari sebuah desain holistik." Subhanallah...

Friday, September 25, 2009

Cobaan

Ia datang begitu saja
Begitu tiba-tiba
Seperti badai angin yang menghapus apa saja
Seperti guntur yang menggelegak
Seperti Tsunami
Yang menyakitkan hati
Yang menimbulkan derita yang menyayat
Yang menimbulkan luka


Aku tak tahu ini apa
Hanya saja aku yakin
Ini adalah cara Allah untuk mendidikku
Ini adalah cara Allah untuk menunjukkan kasih sayangNya

Walau berat...
'Kan ku coba tegakkan kepala
'Kan ku coba menahan air mata
'Kan ku coba melewatinya walau kegelisahan mendera

Walau sungguh berat...
'Kan ku coba pahami
Cobaan ini... adalah salah satu hal
Yang patut ku syukuri
Di antara nikmat-nikmat
Yang ku dapat hari ini

Ya Allah... Ya Rahman... Ya Rahiim...
Kuatkan hamba
Hamba tau, takkan Engkau memberi cobaan
Jika hamba tak sanggup memikulnya

Ya Rabb...
Bantulah hamba melihat jalan keluar
Melihat titik terang dari cobaan ini
Jangan biarkan hamba dihantui perasaan negatif
Jangan biarkan hamba berprasangka

Ya Aziiz, Ya Ghaffar...
Tenangkanlah hati hamba Ya Rabb...
Dalam kegamangan ini, hanya Engkaulah
Penenang hati...

*Yaa muqollibal quluub, tsabbit qalbi 'alaa diinika wa'alaa tho'aatika. Wa a'uudzubi kalimaatillahit taammaati minsyarri maa khalaq*

Sunday, September 20, 2009

Selamat Idul Fitri 1430 H


Taqabbalallahu minna wa minkum
Shiyamana wa shiyamakum
Minal a'idin wal faidzin



Faith makes all things possible
Hope makes all things work
Love makes all things beautiful
Happy Aidil Fitri...

Saturday, September 19, 2009

Hijrah ; Windows -> Ubuntu 9.04 -> Sabily 9.04


Setelah bertarung keras, akhirnya **jendela** kalah juga :D

Kisah ini berawal dari tawaran seorang teman untuk mencoba Ubuntu 9.04, saya pikir 'Ini apa sih? Ubuntu, nama yang aneh' Kalo "buntu" sih dalam bahasa daerah sini itu artinya bokek, hihihi. Hmm... ternyata Ubuntu ini salah satu distro Linux. Pertama sih heran, kok ada ya... yang gratisan kayak gini? Tapi asli! Masih sangat awam dengan yang namanya Linux dan hal-hal yang berhubungan dengannya. Berhubung saya suka mencoba hal-hal baru, so I decided to try.


Kesan pertama liat tampilannya; tulisannya rada besar-besar, menu-menu dan aplikasinya asing banget! (wajar lah), tapi unik juga! ;) Setelah melihat, menimbang dan memperhatikan kebutuhan bisnis saya yang sudah sangat terbantu oleh Windows, beside saya tidak mau mengambil risiko berpusing-pusing ria, akhirnya waktu itu saya memutuskan untuk tidak menginstallnya.

Waktu berlalu, saya masih nyaman-nyaman saja dengan Windows XP Black. Tapi, gangguan dan masalah mulai muncul satu persatu. Dimulai dari virus-virus yang mulai merasuk (walaupun sudah pakai KIS 2010), sistem yang terganggu, sampai pada puncaknya... semua file foto dan video sejak bulan Maret 2008 semuanya lenyap! Hanya bersisa bulan Juli dan Agustus 2009 saja, hiks! :( Entah karena virus atau gangguan sistem atau penyebab lain, yang pasti... saya mulai gerah dengan Windows.

Berkat permasalahan di Windows dan sedikit provokasi dari sang promotor, akhirnya saya install Ubuntu 9.04 inside Windows. Berkat bantuan promotor dan beberapa referensi, alhamdulillah saya bisa mulai menjalankan aplikasi-aplikasinya, walau masih sangat standar. Mau tidak mau, saya harus mempelajari Ubuntu ini, walau masih rada kagok alhamdulillah lama-lama saya merasa nyaman juga. Banyak hal-hal tak terduga yang saya temui, contoh kecilnya, ternyata koneksi internet di Ubuntu lebih cepat dibanding di Windows. Waktu itu saya masih nyaman-nyaman saja, masih bolak-balik, kadang ke Ubuntu... kadang balik lagi ke *jendela*. Ada sih niat untuk hijrah beneran ke Ubuntu, tapi saya masih terikat dan merasa banyak terbantu dengan aplikasi-aplikasi di Windows.


Hari berganti, waktu berlalu... saya semakin jarang menengok *jendela*. Banyak hal-hal menarik dan unik yang saya jumpai di Ubuntu, walau kadang pusing karena gagal mengutak-atik software-nya, tetap saja saya terlanjur suka padanya.

Sampai pada suatu saat, tepatnya dua hari yang lalu, saya memutuskan untuk hijrah... Yah, sebuah keputusan yang cukup sulit, tapi melegakan hati.

Alhamdulillah, setelah proses pembelajaran yang lumayan membuat otak segar, akhirnya semua berjalan sesuai dengan harapan; tidak ada data yang hilang, semua aplikasi berjalan baik. That's all what I want. Ini juga berkat referensi dari sini dan berkat bantuan sang promotor, thanks a lot!

Then, tiba pula lah saatnya saya mencoba Sabily 9.04, tepatnya kemarin. Sengaja saya titip majalah Infolinux (yang bonusnya Sabily 9.04) sama teman yang akan pulang mudik dari Palembang. Dan... jreng! Subhanallah... indahnya Sabily... Green! So nice... Islamic software-nya juga...!!! Whuaaaa!!! Saya histeria... Alhamdulillah, sangat nyaman *berada* di dalamnya, segala puji bagiMu Ya Rabb...


I've been a linuxer now :D Who's next? :p

Thursday, September 10, 2009

Kembalilah

Penggal kata itu menguap
Entah kemana...
Pergi semakin jauh
Seiring angin sejuk yang berhembus
Ke Selatan atau ke Utara















Pipit yang sedang riang menghinggapi padi pun...

Terbang riuh rendah
Seolah ingin menyampaikan petuahnya

Kembalilah...
Kau tak boleh menyerah pada waktu

Cahaya itu masih ada


Kembalilah...

Jangan kau menunggu terlalu lama

Atau kelak

Kau akan melaju terlalu jauh...
Hingga tak mungkin lagi
Untuk kembali


***

NB : Mendadak dapat ide kala menatap sebidang sawah dari kejauhan tadi sore, tapi entahlah puisi ini bercerita tentang apa... ^_^

Friday, September 04, 2009

Belajar Bersyukur

Pernahkah kita berpikir sejenak, bertafakur, merenungkan diri kita sendiri. Wajah kita, panca indera kita, langkah kaki kita, tubuh kita, semuanya sempurna... tanpa abnormalitas apapun. Tanpa kita sadari, semua fungsi organ tubuh kita bekerja tanpa henti, tanpa gangguan berarti. Hidung menghirup udara dengan bebasnya, jantung berdetak, proses metabolisme berjalan, saraf-saraf di otak bekerja sesuai fungsinya, dan lain sebagainya.


Semua indera kita pun berfungsi dengan baik. Mata kita bisa melihat dengan jelas... warna-warni benda sekitar kita, tulisan yang kita baca, indahnya pemandangan alam, manisnya senyum, semuanya. Telinga dapat mendengarkan semuanya dengan normal, suara deruman keras kendaraan, pembicaraan orang-orang, musik dan lagu yang indah, keriuhan, bahkan karena telinga kita bisa menikmati keheningan. Hidung ini, bisa mencium berbagai jenis aroma... wanginya mawar, harumnya melati, sedapnya sate, nikmatnya ayam bakar, dan masih banyak lagi. Mulut dan lidah kita, dengannya lah kita dapat merasakan berbagai macam rasa, berbicara dengan jelas, merasakan nikmatnya mengunyah makanan, berteriak, tertawa, bernyanyi, menangis.



Begitu juga dengan fungsi motorik kita, kita dapat berjalan santai, berlari, senam aerobik, yoga, menendang bola, serta semua aktivitas lainnya.


Namun, pernahkah kita berpikir, bagaimanakah jika semua itu diambil satu saja dari diri kita? Bagaimana jika kita tak dapat melihat? Sungguh gelap rasanya dunia ini. Lalu bagaimana pula jika kita tidak dapat mendengar? Bagaimana jika kita tak dapat mengucapkan satu patah kata pun? Bagaimana jika indera perasa kita tak berfungsi? Bagaimana jika kita sulit bernafas? Dan bagaimana pula jika tubuh kita lumpuh, tak dapat melakukan apapun kecuali hanya berbaring?


Seringkali kita merasa tidak beruntung, hidup serba susah; makan seadanya, pendidikan rendah, cari pekerjaan sulit, harga barang serba mahal, rumah ngontrak, dan aneka kondisi serba susah lainnya. Mungkin sering juga kita berandai-andai, "Enak ya... kalo jadi orang kaya. Enak ya... kalo udah punya rumah sendiri. Enak ya... kalo punya pekerjaan dengan gaji gede. Enak ya... kalo punya motor baru. Enak ya... bisa kuliah di tempat bergengsi" dan semacamnya.


Teman, ternyata... kita belum pandai bersyukur. Tubuh kita yang sehat, panca indera kita yang berfungsi dengan baik, dan sebagainya, semua itu sungguh merupakan nikmat yang tak tergantikan dan patut kita syukuri. Saya jadi teringat sebuah syair nasyid, "Apa yang ada jarang disyukuri, apa yang tiada sering dirisaukan, nikmat yang dikecap baru kan terasa, bila hilang..."


Teman, ternyata... kita masih harus banyak belajar mensyukuri hidup ini. Sungguh pun itu hanya nikmat berjalan kaki sejauh 2 km dari rumah ke kantor karena gak ada ongkos (syukur kaki masih berfungsi dengan baik), atau hanya dapat melihat pemandangan gundukan sampah di belakang rumah setiap harinya (syukur masih bisa melihat), atau pun dapat mencium bau air selokan yang busuk (setidaknya hidung masih berfungsi), atau pula mendengar dengkuran keras salah satu kerabat atau keluarga kita (syukur masih bisa mendengar dengan jelas).


Jika kita mau menghitung-hitung nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT, maka takkan pernah selesai kita menghitungnya. Maka, mari belajar bersyukur walaupun bukan karena nikmat. Karena kata seorang bijak, "Kenikmatan itu bukan terletak pada nikmatnya, tapi pada kesyukurannya." Semoga di bulan Ramadhan ini, kita semua dapat berlatih menjadi ahli syukur.


"Fabiayyi alaa irobbikumaa tukadzzibaan" (Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?)


NB : Terinspirasi dari pemikiran yang tiba-tiba saja menyeruak ke dalam hati.

Thursday, September 03, 2009

Apakah Anda Terhormat? (Bag 2)

Well, alhamdulillah mood menulis saya sudah kembali lagi ^_^ Setelah sekian lama postingan yang masih menggantung itu saya biarkan, akhirnya malam ini tiba-tiba sekelebat pikiran tentang tema itu datang tanpa diundang :D So, let's start...


***


Semua orang memang pada dasarnya memiliki kehormatan dan harga diri. Namun, begitu banyak yang tanpa disadari telah mempeloroti kehormatan dan harga dirinya sendiri. Sungguh begitu mudah harga diri dan kehormatannya menguap. Semudah sumpah serapah yang terucap pada bawahan di saat emosi memuncak, semudah air pancuran yang jatuh karena gravitasi bumi.

Banyak orang yang menganggap bahwa kehormatan dan harga diri itu ada pada gelar . Yang merasa begitu nyaman ketika namanya disebut beserta rentetan gelarnya, dan merasa sangat tersinggung plus emosi ketika tidak sengaja terdapat kesalahan pada penulisan gelarnya tersebut (berkata kepada bawahannya : "Kamu pikir mudah nyari gelar itu hah!!!") *gubraks*

Ada juga yang menganggapnya ada pada pangkat dan jabatan. Merasa hebat karena memiliki kekuasaan dan otoritas tinggi, lalu merasa berhak melakukan apapun sekehendak hatinya. Orang-orang yang merasa terhormat karena pangkat dan jabatan, biasanya mantap. Mantap duduk di kursi kebesarannya, di balik meja kerja yang super lux, makanan dan minuman diantar, bermacam-macam surat kabar terbaru sudah siap di atas meja, fasilitas telepon dan internet yang siap dipakai kapan saja, begitu mantap.... (mantap di ruangan ga kemana-mana maksudnya hehe) sampai-sampai tidak pernah tahu ternyata bawahannya sedang bergosip ria, tanpa ia tahu ada konflik-konflik internal yang terjadi. Dia hanya menganggap bahwa, kehormatannya ada pada anggukan dan rasa sungkan dari para bawahannya ketika ia mendelegasikan suatu pekerjaan.

Lainnya, menganggap kehormatan dan harga diri ada pada gaya hidup mewah. Ia merasa terhormat ketika berbelanja di sebuah butik paling terkenal dan paling mahal. Ia merasa terhormat ketika memakai pakaian dan aksesoris impor. Petantang petenteng, memperlihatkan gaya dan aksesoris tersebut, bahkan terkadang dibumbui dengan aksi bergaya seperti model. Untuk apa itu semua ? Supaya terhormat.... *pfuiiih, benarkah?*

Jika kehormatan dan harga diri manusia ada pada itu semua.... maka itu tak lebih dari seonggok topeng busuk berwajah malaikat. Maka bagaimanakah kehormatan dan harga diri seorang manusia biasa tanpa gelar ? tanpa jabatan dan pangkat ? tanpa gaya hidup mewah ?

Pada hakikatnya, kehormatan dan harga diri seseorang ditentukan oleh sikap dan perilakunya. Seseorang yang benar-benar terhormat, pastilah menghargai dan menghormati orang lain siapapun ia, berapa pun usianya. Kehormatan dan harga diri ada pada kerendahan hati, keteguhan prinsip, kemandirian, suri tauladan, serta kualitas hidup. Kehormatan dan harga diri seseorang pun bukan untuk dideklarasikan, kehormatan itu hanya akan tampak dan terasa oleh orang-orang di sekelilingnya.

Apakah Anda terhormat? Tentu bukan Anda yang patut menjawabnya. ^_^


NB : Terinspirasi dari suatu kejadian di kampus.

Saturday, August 22, 2009

Marhaban Ya Ramadhan

Alhamdulillah... segala puji hanya milik Allah SWT, kita telah dipertemukan kembali dengan bulan Ramadhan, bulan penuh ampunan, bulan penuh berkah, bulan yang di dalamnya terdapat begitu banyak keistimewaan, bulan untuk menempa diri menjadi muslim yang lebih tangguh.


"Marhaban Ya Ramadhan.... bulan yang telah lama dinanti-nanti ummat Muslim sedunia. Ya Allah, semoga hamba dapat senantiasa menjaga niat, menata keikhlasan, dan memperbaiki kualitas ibadah di bulan suci ini. Semoga hamba dapat mengemban amanah usia yang telah Engkau berikan Ya Rabb... Jangan biarkan hamba menjadi orang yang merugi, yang hanya mendapatkan rasa haus dan dahaga. Jangan biarkan hamba menjadi pemilih yang bodoh, yang menyerahkan inderanya pada tontonan sampah, bacaan-bacaan sampah, lagu-lagu sampah, aktivitas-aktivitas sampah!"


Mari kita sambut Ramadhan dengan hati riang, mari kita nikmati puasa yang penuh hikmah, mari kita selami, kita tafakuri setiap ibadah kita... Semoga kita senantiasa ikhlas dalam beramal, semoga niat kita senantiasa lurus hanya mengharap ridhoNya. Semoga kita senantiasa bersemangat dalam menikmati jamuan Allah yang dahsyat di bulan suci Ramadhan ini, karena siapa tahu... Ramadhan kali ini adalah yang terakhir bagi kita.

NB : Mohon maaf lahir bathin atas segala khilaf dan kesalahan... *peace* ^_^

Monday, August 17, 2009

PROKLAMASI

PROKLAMASI

Kami bangsa Indonesia,
dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia
Hal-hal mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain
diselenggarakan secara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya

Jakarta, 17 Agustus 1945
Atas nama bangsa Indonesia

Soekarno - Hatta



PROKLAMASI


Saya, Elsi Santi, dengan ini menyatakan Insya Allah harus sukses di usia 25 tahun. Hal-hal mengenai; menjadi pengusaha yang sukses, tamat kuliah tepat waktu, punya suami yang sholih, pergi haji di usia muda, dan lain-lain diselenggarakan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

Pagar Alam, 17 Agustus 2009
Atas nama diri sendiri

Elsi Santi
Direktur Sukses Diri Sendiri

Ayo ayo ayo! Proklamirkan diri sendiri!!! ^_^

Saturday, August 15, 2009

Palembang - Lahat, Mari Bernostalgia!

Berawal dari niat bersilaturrahim dengan teman lama, bernostalgia dengan kenangan masa lalu yang indah, me-refresh kembali jiwa yang masih haus akan petualangan, lalu kesempatan itu datang... dan dari sinilah perjalanan itu bermula...

August 7th, 2009
Pagi-pagi berkemas, membawa pakaian secukupnya, pernak-pernik yang tak bisa ditinggalkan, buku bacaan yang lumayan tebal (huff, padahal ingin mengurangi beban bawaan, tapi karena buku ini sedang dibaca ya.... masuk tas!), charger (charger battery AA tak boleh sampai ketinggalan, bisa-bisa mati gaya! Kalau charger HP mah bisa pinjem, hehe). Lalu, sohib yang tak gendong kemana-mana, Si Canon Powershot SX100 IS, rasanya seperti tangan hilang sebelah jika dia tidak ikut.

Finally, aku membawa satu tas jinjit besar dan satu tas sandang yang lumayan full, dan yang pasti cukup beraaaattt. But, karena suasana hati sedang riang dan bersemangat, semua itu terasa ringan saja...



Pukul delapan lewat beberapa menit, bis melaju... meninggalkan Kota Pagar Alam tercinta. Enam jam kurang lebih, melewati setidaknya tiga kota; Lahat, Muara Enim, dan Prabumulih. Perjalanan menuju Lahat cukup mengasyikkan, walau sudah sering wara-wiri melewatinya, tetap saja pemandangan di kiri-kanan jalan begitu indah memukau; hamparan sawah hijau yang meneduhkan mata, bukit-bukit kecil berbaris dan berlapis-lapis, Sungai Lematang dan air terjunnya yang dingin menyejukkan, hutan dan kebun yang masih terjaga, lereng bukit yang curam dan dalam tapi memukau, udara yang bersih sejuk penuh oksigen. Oh, what a wonderful world...

Hanya butuh dua jam untuk sampai di Lahat, dan hanya dua jam pula aku bisa menikmati alam nan sejuk indah itu. Udara panas dan kotor mulai merasuk ke paru-paru, keringat mulai bercucuran, dahi mulai menghitam, gerah mendera... Tapi, seperti biasa, aku bisa menikmati ini semua. Hidup memang harus disyukuri bagaimana pun kondisinya, right? ;)

Memasuki Muara Enim, kondisi tidaklah berbeda, udara malah kian panas seiring teriknya matahari. Bau-bau tak sedap mulai merasuk. Sebagian penumpang tidak merasakan ini, karena mereka sedang tertidur pulas... Dan aku hanya bisa menikmati perjalanan ini dengan segala warna-warninya.

Hari beranjak siang, tubuh mulai nyaman dengan kondisi yang ada (cuaca panas, udara kotor dan berbau). Dan akhirnya tiba juga di terminal Karya Jaya Palembang. Naik metromini dua kali, plus
mbecak, akhirnya sampai juga di rumah teman sekitar pukul 14.30 WIB, alhamdulillah...

August 8th, 2009
Berbekal petunjuk jalan seadanya, pukul 06.30 WIB aku ikut meramaikan hiruk-pikuk Kota Palembang. Naik bis KM 12 menuju KM 9, tepatnya Asrama Haji, tempat Program Ilmu Cemerlang HPA (Herbal Penawar Al Wahida). Training ini sebenarnya sudah sering dilaksanakan, tapi baru kali ini aku ikut serta, karena yang jadi pembicara adalah CEO HPA yang datang dari Malaysia, Tn. H. Ismail bin H. Ahmad.

Sampai di sana langsung registrasi, and.... dapat tiga buku gratis! ;) Pesertanya lumayan banyak, sekitar 500-an.... Subhanallah. Bahkan ada nenek-nenek yang ikut! Duh, aku jangan sampai kalah semangat!!!

Dan inilah hasil jepretan Si Canon :

Lumayan... dapat kursi di tengah-tengah ruangan

With Didit, my neighbor


Waktu rehat dimanfaatkan juga untuk foto-foto ^_^


August 9th, 2009
Hari kedua pelatihan, banyak info-info terbaru yang disampaikan. Mengenai produk-produk makanan yang tidak halal dikonsumsi karena mengandung gelatin babi, seperti keju, cokelat, dan
ice cream. Duh, gak nyangka banget!!! Untuk saja aku tidak suka makan makanan jenis itu. Ada-ada saja di zaman sekarang ini, kita kudu hati-hati dan selektif dalam mengkonsumsi sesuatu, right? ;)

Saat menjelang siang, aku terserang kantuk hebat!!! Akhirnya saat waktu rehat tiba, aku mengajak temanku (Didit) untuk jalan-jalan sekaligus
shopping, hehe.

Sempat-sempatnya bergaya di tepi kolam Masjid Agung Palembang ^_^


Habis dari Masjid Agung, we're shopping to Pasar 16 Ilir Palembang. Di sini semua diobral!!! Semua pedagang berteriak-teriak, berebut menjajakan dagangannya. Tujuanku sih cuma satu, mencari oleh-oleh buat bokap, nyokap, and adik tersayang. Tapi sayangnya, Si Canon tidak bisa beraksi di sini, terlalu berisiko mengingat Pasar 16 begitu terkenal dengan garongnya yang
keren-keren, hehe.

Dari pasar, balik lagi ke Aula Asrama Haji, menyelesaikan pelatihan. Pulang... dan kesorean. Aku masih di bis saat adzan Maghrib berkumandang, huff! Tapi hiruk-pikuk Kota Palembang seolah tak peduli akan waktu. Ada sebuah fenomena menarik yang ku tangkap di sini, tapi sayangnya tak bisa ku ceritakan sekarang, anytime OK! ;)

And then, mampir ke kost sepupu yang tak jauh dari rumah teman tempat ku menginap. Melihat-lihat kondisi mereka sekaligus bersilaturrahim. Subhanallah, mereka cukup nyaman hanya dengan ruang petak 4 x 3 meter dengan segala pernak-pernik dan barang yang ada di dalamnya. Yah, yang penting memang bukanlah seberapa luas ruang yang kita tempati, tapi seberapa luas ruang hati kita untuk menerima segala kondisi yang ada dengan ikhlas...
Ya Allah, aku masih harus lebih banyak belajar tentang makna ikhlas.

Satu jam kemudian, barulah aku kembali ke rumah teman, berjarak kira-kira 250 meter dari kost sepupuku. Melewati pedagang koran dan majalan, aku mampir sejenak melihat-lihat dan akhirnya membeli satu eksemplar tabloid. Rasanya santai saja langkahku malam itu, menikmati udara malam Palembang yang mulai terasa nyaman di hidungku, dan semilir angin sejuk yang mengobati gerah sekujur tubuhku.

Malamnya setelah dinner, bercerita dan sharing sejenak. Lalu temanku yang pandai bergitar itu, mulai memainkan melodinya ^_^ Cihuuuy!!! Akhirnya kami begadang rekaman ala amatiran, haha. But, tentu saja rekamannya tidak bisa di-share... hanya untuk kalangan terbatas ^_^

Alhamdulillah, segala puji bagiMu Ya Rabb... atas segala nikmat yang telah Engkau anugerahkan kepada kami...
Fabiayyi alaa irobbikumaa tukadzzibaan.

August 10th, 2009
Morning
Bersiap-siap untuk pulang, dan mampir ke Lahat, naik kereta pukul 09.00 WIB. Membawa tas dan kantong plastik besar di tangan kanan dan kiri, temanku menyandang ransel super berat di bahunya. Kami berkejaran dengan waktu, berlari-lari kecil sambil menahan beratnya beban. Akhirnya kami tiba di stasiun tepat seperempat jam sebelum keberangkatan.

You know... it's my first time getting on the train. Sebenarnya aku berencana untuk pulang naik bis, tapi karena ada seorang teman yang pulangnya ke Lahat dan karena tiket kereta juga lebih murah, akhirnya aku ikut naik kereta bersamanya.

Selama ini aku memang belum pernah naik kereta api. Jadi, seperti biasa... untuk hal yang baru, semua jadi pusat perhatianku. Memperhatikan hiruk pikuk penumpang yang hilir mudik, pedagang yang lalu lalang, pengamen yang ngotot dan yang santun, pembicaraan-pembicaraan yang menggelikan, sampai bau busuk WC kereta itu, ougghh! But, semuanya terasa nikmat saja. Aku pikir, inilah kehidupan rakyat yang jarang diekspos. Di sini, di kereta ini, aku melihat begitu banyak semangat dari orang-orang yang mencari nafkah di dalamnya. Demi mencari uang, rela menjajakan hanya beberapa bungkus nasi, beberapa botol air mineral, berpanas-panasan, berdesak-desakan. Aku mulai mengira-ngira, berapa ya.... penghasilan mereka per hari. Mereka harus membayarnya dengan kondisi yang seperti ini. Tapi, subhanallah... mereka begitu menikmatinya. Ya... aku menangkap satu pelajaran lagi dari perjalanan ini, bahwa apapun yang kita kerjakan, berapa pun yang kita hasilkan, jika kita dapat menikmatinya, maka kita bisa mendapatkan kebahagiaan dalam hidupa ini. Bahwa kebahagiaan itu bukan terletak pada nikmatnya, tapi pada rasa syukur atas nikmat apapun itu... *
Ah, aku masih harus lebih banyak belajar dari ini semua*

Potret seorang ibu tua yang sedang menyenandungkan lagu kehidupan, mengamen dari kereta ke kereta. It's awesome! Subhanallah...

15.50 WIB
Alhamdulillah, akhirnya tiba di Lahat. Bertemu dengan seorang sahabat lama sewaktu kami bersekolah di SPK Pemda Lahat, namanya Eti. Sesuai dengan yang telah direncanakan semula, kami pergi ke Asrama Puntang, yang pernah menjadi
istana kami selama tiga tahun. Masih teringat jelas, enam tahun yang lalu saat kami meninggalkan ini semua. Dan akhirnya kini, kami bernostalgia kembali, mengingat kenangan-kenangan manis semasa hidup di Asrama; main basket, nyelaber alias mengepel lantai yang lumayan luas, ngantri ompreng di ruang makan, nampung air (karena cukup sulit mendapatkan air di sini, maka untuk mandi cukup lah satu ember kecil saja), latihan nasyid di Musholla, berebut makanan di Kantin, begitu indah mengenangnya...

Tak banyak yang berubah, hanya cat dan bertambahnya dua buah bangunan asrama. Setelah mengambil beberapa foto dan berbincang sejenak dengan pemilik Kantin, kami pulang.

Papan nama masih yang dulu, yang dulunya "SPK & AKPER" kini hanya dihapus "SPK &"-nya saja. Menyedihkan.... aku tak habis pikir, kenapa tidak membuat yang baru saja ya ? *confuse mode on*

Di sinilah tempat tinggalku dulu...


Jadi inget banget zaman *nampung air*. Kalo yang paling banyak airnya dijuluki "Antu Banyu" alias "Hantu Air" hehehe


Hmmm... hanya cat dinding dan penghuninya yang berubah

Bangunan kantor dan kelas juga tidak banyak berubah


Bangunan ini memberi banyak kenangan manis, tempat di mana dulu aku merekam semua yang difatwakan oleh guru-guru


Musholla ini punya kenangan tersendiri di hatiku. Jadi inget tim nasyid Miftahul Jannah yang sering latihan di sini ^_^


17.30 WIB
Tiba di rumah sahabatku yang satunya, Maliana. Dia belum lama menikah. Sudah lama juga tidak bersilaturrahim ke sini. Keluarganya sudah ku anggap sebagai keluarga sendiri. Banyak yang berubah, terutama tampilan rumah dan aksesoris rumah yang telah dipoles manis.

Momen seperti ini jangan lupa diabadikan ^_^
(Maliana, nomor 1 dari kanan. Eti, nomor 2 dari kanan. Di sebelahku, Ibunya Maliana, biasa dipanggil "Umak")


20.00 WIB Kurang Lebih
Alhamdulillah, finally tiba di rumah Eti, tepatnya di Desa Banjar Sari. Karena letih, kami bercerita sejenak lalu beristirahat jauh lebih awal dari biasanya.

August 11th, 2009
Pagi yang segar dan cerah, tubuh jauh lebih fit setelah beristirahat. Setelah sarapan, beres-beres rumah, melihat-lihat foto kenangan, lalu kami mengambil air di sumur. Oh, it's so wonderful! Ada kenikmatan tersendiri ketika menimba air dari sumur itu, dan airnya jernih... subhanallah.

And then, kami masak... cihuyyy!!! Inilah yang ditunggu-tunggu, karena aku suka bereksperimen *
walau rasanya belum tentu enak* :D Akhirnya, terciptalah sayur bening bayam, sambal caluk, and... ikan mujahir pangggang yang muaknyussss tenannnn...

Jreng...!!!


Hmmm.....

Di tengah asyik-asyiknya memanggang ikan, aku dicakar oleh kucing ini, dia terlalu laper and gak dikasih-kasih akhirnya dia nyakar... *Aku sih kurang sensitif!* (doh)


Setelah makan-makan, ba'da Zuhur kami ke sungai Lematang Lahat di Desa Banjar Sari, berjarak kurang lebih 200 meter dari rumah Eti. Subhanallah... indahnya pemandangan di sana, ditambah jembatan gantung yang berayun-ayun ketika kita berjalan di atasnya, seruuu!!!

Ck ck ck...


Sungai Lematang yang sudah terpolusi *berwarna coklat* :(


Deuh! Gayanya dua sohibku ini... ^_^

Haha...


Anak-anak yang sedang bermain juga kami ajak berfoto ria ;)


Keasyikan jadi lupa waktu, ternyata hari sudah sore... Buru-buru kami pulang, and berkemas-kemas. Lalu kedua sohibku ini mengantar aku menunggu bis tujuan Pagar Alam. Kebetulan rumah Eti terletak di jalan Lintas sumatera, jadi aku menunggu bis dari Palembang yang lewat...

Nyaris tidak dapat kursi, alhamdulillah finally pukul 16.15 WIB aku berangkat pulang menuju kota tercinta, Pagar Alam.

Tak terasa, perjalanan ini berakhir sudah, begitu banyak pengalaman dan pelajaran yang tak dapat ku ceritakan semuanya di sini. In the end of this post, I just wanna say, subhanallah walhamdulillah wallahuakbar!!!